DIY PERNAH MENJADI MODEL KEBERHASILAN PENGELOLAAN BKB DI INDONESIA Oleh : Drs. Mardiya

Posted: Desember 3, 2010 in Artikel

Disadari atau tidak, DIY memang memiliki banyak kelebihan. Bukan saja karena DIY dikenal sebagai Daerah Pusat Pendidikan dan Kebudayaan, Daerah Tujuan Wisata Utama (DTWU), dan Daerah Transit Perdagangan/Transportasi Regional, melainkan juga karena DIY yang merupakan propinsi terkecil di Pulau Jawa ini selalu menunjukkan keberhasilan yang berarti dalam setiap program/kegiatannya. Baik itu yang hanya melibatkan instansi/institusi saja maupun yang melibatkan masyarakat banyak.
Salah satu keberhasilan yang sampai saat ini dapat dirasakan bersama adalah keberhasilan dalam program KB. Bukti-bukti sudah cukup banyak. Sebut saja, kemampuan DIY menekan laju pertumbuhan penduduk dan TFR sampai mencapai tingkat terendah di Indonesia, kemampuan melembagakan gerakan KB di kalangan institusi pemerintah, swasta, organisasi profesi, organisasi wanita, organisasi pemuda, dan alim ulama. Juga kemampuan dalam menumbuhkan institusi masyarakat yang mendukung program KB (PJPPKBD, PPKBD, Sub PPKBD, Apsari PKK, dan Dasa Wisma) baik di pedesaan maupun perkotaan, dan sebagainya. Berbagai keberhasilan tersebut tidak saja mengangkat citra DIY di mata internasional, tetapi juga telah menumbuhkan komitmen nasional bahwa DIY cukup layak dijadikan sebagai “etalase” atau “show window”nya gerakan KB di Indonesia.
Di tahun 1990 an, DIY pernah menggebrak lagi dunia per-KB-an di Indonesia. Khususnya dalam kegiatan BKB (Bina Keluarga Balita). Mengapa? Sebab berdasarkan keputusan BKKBN Pusat saat itu, DIY ditunjuk sebagai Daerah Diklat Percontohan BKB. Apa maksudnya? DIY dijadikan sebagai proyek percontohan dalam pengelolaan kegiatan BKB secara nasional (dalam hal kediklatan) sehingga dapat ditiru oleh propinsi-propinsi lain di Indonesia, bahkan oleh negara-negara asing. Tugas ini dibebankan pada DIY, karena menurut Drs. Koeslan, Kepala BKKBN DIY waktu itu, DIY nyata-nyata telah menunjukkan keunggulan kompetitif dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa DIY telah tiga kali berturut-turut juara nasional dalam pengelolaan BKB sehingga mendapat semacam “Adipura” dalam kegiatan BKB (hal ini disampaikan sewaktu memberi sambutan pada waktu Pelatihan Diklat Percontohan BKB 9 – 12 Maret 1994 lalu di BKKBN DIY). Bahkan menurut Bapak Mulyadi Fajar Sidiq yang menjadi Kabid Bina Operasional BKKBN DIY saat itu, teknik dan kemampuan DIY dalam mengelola BKB membuat “nggumun” propinsi lain. Lebih-lebih DIY memiliki banyak inovasi yang patut dipuji dan dicontoh sehingga membuat propinsi lain semakin “kedher” terhadap DIY. Semuanya ini dimungkinkan berkat penerapan “manajemen vision” yang selalu digembar gemborkan oleh Dr. H. Haryono Suyono, Menteri Kependudukan/Kepala BKKBN di kala itu.
Lantas, model pengelolaan BKB di DIY itu seperti apa? Apa pula inovasi yang telah dicapai sehingga propinsi lain sangat menghargai? Tulisan ini sedikit banyak akan menjawabnya. Namun sebelumnya sebagai upaya menyegarkan kembali ingatan kita, perlulah kiranya penulis uraikan terlebih dahulu tentang BKB itu sendiri.

Bina Keluarga Balita (BKB)
BKB atau Bina Keluarga Balita adalah suatu upaya yang bertujuan memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada para ibu tentang bagaimana mengasuh dan mendidik anak balita. Dengan bekal dan pengetahuan tersebut diharapkan ibu-ibu mampu mendidik dan mnegasuh anak balitanya sejak dini agar anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
Program BKB yang sekarang telah menjadi gerakan ini dirasakan perlu untuk diberikan kepada para ibu mengingat kenyataan bahwa masih banyak ibu yang kurang menyadari sepenuhnya peranan ibu sebagai pengasuh. Disamping itu juga ketidaktahuan akan perkembangan seorang anak dan ciri-ciri khas anak pada usia-usia tertentu sering membawa pengaruh yang kurang menguntungkan. Secara naluriah ibu mengetahui tugas-tugas dan fungsinya sehari-hari di rumah, di dalam keluarganya, namun kadang-kadang keluarga dan masyarakat mempunyai kebiasaan dan norma-norma tertentu yang menghambat terjadinya hubungan timbal balik antara ibu-anak, sehingga menyebabkan tidak berkembangnya seluruh potensi anak. Dengan demikian BKB ini bermaksud mengubah sikap dan perilaku ibu-ibu tersebut yang kurang menunjang perkembangan di masa mendatang seperti misalnya : perasaan diri tak mampu, sikap takut-takut, sikap selalu murung, tak bergairah, putus asa, tidak sabar, dan sebagainya.
Awal mulanya BKB ini lahir atas prakarsa Menteri Urusan Peranan Wanita (UPW) pada tahun 1984 yang pelaksanaan dan pengembangannya di masyarakat menjadi tanggung jawab BKKBN. Adapun ciri khusus yang membedakan program ini dengan program-program pembinaan kesejahteraan balita lainnya adalah :
1. Menitikberatkan pada pembinaan ibu-ibu yang memiliki anak balita.
2. Peningkatan ketrampilan dan kecerdasan pada anak balita.
3. Menggunakan alat bantu dalam hubungan timbal balik ibu-anak berupa alat permainan antara lain APE (Alat Permainan Edukatif), cerita, dongeng, dan sebagainya.
Atas dasar uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa BKB bertujuan untuk meningkatkan peranan ibu dan anggota keluarga lainnya dalam mengusahakan sedini mungkin tumbuh kembang anak balita yang menyeluruh dan terpadu serta sesuai dengan usia dan tahap perkembangan yang harus dimiliki dalam aspek fisik, mental, emosional, dan sosial yang berarti pula merangsang tumbuh kembang anak menjadi manusia Indonesia seutuhnya.

Model Pengelolaan di DIY
Kegiatan kelompok BKB di Propinsi DIY telah berkembang kesemua desa/kelurahan. Dengan demikian secara kuantitas hasilnya dapat dikatakan cukup menggembirakan. Hingga tahun 1994 jumlah kelompok BKB di DIY ada 2.684 kelompok dengan jumlah ibu peserta BKB sebanyak 52.861 orang. Bandingkan dengan data bulan Desember 2008 yang hanya 1.226 kelompok dengan jumlah anggota 36.151 keluarga! Selanjutnya arah pembinaan kelompok BKB lebih diutamakan dalam peningkatan kualitas tanpa meninggalkan peningkatan kuantitas.
Meningkatkan kualitas kelompok BKB berarti meningkatkan mutu pertemuan penyuluhan kader BKB kepada ibu-ibu peserta BKB. Untuk itu BKKBN DIY telah beberapa kali melakukan upaya penyederhanaan agar penyuluhan kader BKB lebih praktis dan efektif. Salah satu upaya paling baru untuk meningkatkan kualitas pertemuan penyuluhan BKB tersebut ialah dengan menggunakan media yang diberi nama “kantong wasiat”.
Pengelolaan BKB di DIY dilakukan secara berjenjang, yaitu di Daerah Tingkat I dilaksanakan oleh Pokja BKB, di Daerah Tingkat II — Pokja BKB, di Tingkat Kecamatan — Tim Operasional BKB, di Tingkat Desa/Kelurahan oleh Tim Laksana BKB dan di Tingkat Dusun/RW dilaksanakan oleh kader BKB. Jumlah kader BKB di tingkat Dusun/RW adalah 10 orang dengan perincian :
– Dua orang sebagai kader kelompok umur 0 – 1 tahun
– Dua orang sebagai kader kelompok umur 1 – 2 tahun
– Dua orang sebagai kader kelompok umur 2 – 3 tahun
– Dua orang sebagai kader kelompok umur 3 – 4 tahun
– Dua orang sebagai kader kelompok umur 4 – 5 tahun
Salah satu dari 10 kader tersebut dijadikan sebagai koordinator kader. Semua pengelola tersebut dipahamkan betul tentang gerakan BKB yang mencakup dasar pemikiran perlunya BKB, tujuan, sasaran, pengelola BKB, pertemuan penyuluhan berikut materi yang diberikan, dan alat bantu BKB yang berupa APE, dongeng, cerita, musik, nyanyian, dan sebagainya.
Agar kegiatan BKB dapat berjalan lancar, maka BKKBN DIY di samping menyusun program kerja/hasil yang ingin dicapai, dalam pelaksanaan kegiatannya menggunakan konsep keterpaduan. Artinya dalam setiap awal tahun anggaran oleh Pemerintah Daerah diadakan Rapat Kerja Khusus BKB. Dalam rapat tersebut dibahas antara lain memadukan dana, sarana, dan kegiatan dari masing-masing sektor yang tergabung dalam Pokja BKB, mengevaluasi kegiatan BKB tahun yang lalu, identifikasi masalah dan pemecahan, serta merencanakan kegiatan tahun yang akan datang.
Sementara itu untuk mempercepat tersebarnya pengertian tentang BKB, maka semua anggota Pokja BKB di semua tingkat berkewajiban untuk memberikan penyuluhan kepada jajarannya. Penyuluhan tersebut harus mampu menumbuhkan minat untuk melaksanakan kegiatan BKB. Dengan demikian, tumbuhnya kelompok BKB atas dasar kebutuhan masyarakat sendiri, sehingga program BKB menjadi gerakan BKB.
Guna memenuhi permintaan dari masyarakat untuk dilatih BKB secara serentak, maka BKKBN DIY waktu itu telah membentuk Tim Pelatih BKB tingkat propinsi, tingkat kabupaten/kotamadya, dan tingkat kecamatan. Tim pelatih tersebut dari unsur Pemda, Bangdes, Kanwil Dinas Kesehatan, BKKBN, dan Tim Penggerak PKK. Sedangkan untuk dapat meningkatkan peran semua anggota telah diadakan koordinasi. Bentuk koordinasi tersebut antara lain dengan pertemuan berkala anggota Pokja setiap 2 atau 3 bulan sekali. Di dalam pertemuan ini diadakan evaluasi kegiatan 2 atau 3 bulan yang lalu, identifikasi masalah dan pemecahannya, informasi/masukan tentang inovasi kegiatan BKB, dan merencanakan kegiatan 2 atau 3 bulan yang akan datang.
Pembinaan terhadap pengelola BKB terus dilakukan. Pelaksanaannya adalah secara berjenjang dengan pelaksanaan dari Pokja BKB Tingkat I, hingga Tim Laksana BKB Tingkat Desa/Kelurahan. Sasarannya adalah Pokja BKB di bawahnya atau kegiatan di kelompok BKB. Adapun materi pembinaan berupa Buku Pegangan Pengelola BKB dan Kantong Wasiat. Untuk memacu peningkatan kuantitas dan kualitas kelompok BKB, maka di DIY disamping dilaksanakan lomba BKB (sejak tahun 1990/1991) yang dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat desa/kelurahan sampai dengan tingkat propinsi, juga selalu diadakan monitoring dan evaluasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Monitoring secara langsung dilakukan dengan cara mendatangi berbagai pelaksanaan seperti pelatihan kader BKB atau pada waktu penyuluhan pada ibu oleh kader BKB. Sedang yang tidak langsung dilakukan melalui berbagai laporan maupun dalam forum-forum pertemuan Pokja BKB baik di tingkat propinsi maupun di ingkat yang lebih rendah. Demikian pula halnya dengan evaluasi. Dari hasil monitoring dan evaluasi ini akan diperoleh bahan masukan untuk perbaikan dan peningkatan pelaksanaan gerakan BKB di masa berikutnya.

Kegiatan Inovasi
Banyak sudah kegiatan inovasi yang telah dilakukan DIY dalam gerakan BKB ini. Beberapa inovasi yang pokok antara lain :
Pertama : Pembuatan buku saku guna menggantikan buku pedoman BKB yang dikeluarkan pertama kali oleh Menneg UPW yang tebal-tebal yang mempersulit kader untuk mempelajari dan memahaminya.
Kedua : Pembuatan lagu-lagu BKB sebagai pembangkit semangat, kebanggaan, hiburan, dan sebagainya. Lagu-lagu BKB yang telah dibuat DIY berupa lagu Kader BKB dan lagu Aku Anak Cerdas.
Ketiga : Pembuatan kaset. Kaset yang dibuat berupa kaset tentang pertemuan penyuluhan BKB dan tentang lagu-lagu BKB maupun KB. Pembuatan kaset tersebut atas kerja sama antara Pemda DIY, Kanwil Deppen, BKKBN, Tim Penggerak PKK tingkat I dan tingkat II serta Band Candi Putra di bawah pimpinan HM. Wasito DS. Rekamannya dilakukan di Surakarta.
Di samping inovasi di atas, waktu itu masih banyak inovasi lain yang dilakukan DIY guna meningkatkan kualitas kegiatan BKB di DIY seperti perumusan latihan kader BKB Mandiri Pola 7 jam, Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA), pembuatan Buku Pegangan Pengelola BKB, pembuatan APE lokal dan sebagainya.
Walhasil, memang wajarlah jika pengelolaan gerakan BKB di DIY saat itu pantas menjadi percontohan untuk tingkat nasional. Meskipun perlu disadari bahwa masih ada berbagai persoalan dan tantangan yang tetap menghadang guna meningkatkan kualitas pengelolaan yang lebih tinggi sebagaimana yang pernah diungkap oleh Kepala BKKBN DIY era sebelumnya, Drs. Sunjoto, SKM yaitu masih adanya anggapan bahwa APE merupakan satu-satunya alat untuk kegiatan BKB, adanya beberapa kader yang masih kesulitan membuat persiapan pertemuan penyuluhan dan kemampuannya dalam memberi penyuluhan yang rendah, dan sebagainya.
Namun, saat itu dengan berbekal keyakinan yang kuat dan ditopang oleh semangat kerja yang luar biasa, DIY mampu mengatasi semua persoalan yang terjadi. Apalagi koordinasi antara BKKBN dengan instansi terkait waktu itu tetap terbina dengan baik. Masyarakat juga selalu memberi dukungan aktif terhadap semua usaha-usaha positif pemerintah apapun wujudnya. Oleh sebab itu wajar saja bila gerakan BKB DIY di era itu mencapai keberhasilan yang luar biasa dan manfaatnya betul-betul dirasakan oleh keluarga-keluarga kelompok sasaran. Bagaimana sekarang ?

Drs. Mardiya, Kasubid Advokasi Konseling dan Pembinaan Kelembagaan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kulonprogo

Komentar
  1. Dody Gunawan S berkata:

    Asss…
    Terima kasih atas tulisan tentang BKBnya. Ini sangat membantu kami PLKB yang masih baru dalm mencari informasi2 mengenai Kb-ks untuk menambah pengetahuan dan pengalaman.
    Pak Mardiya, untuk diketahui bkb binaan yang kami bentuk baru berjalan 1 tahun dengan segala keterbatasannya. Alhamdulillah masih eksis sampai sekarang. Dan di tahun 2001 ini BKB kami diikutkan dalam perlombaan BKB di tingkat Propinsi Kepri. Mohon petunjuk atau sarannya dari Bapak.
    Dan Instrumen apa aja yang menjadi penilaiannya?

    Sekian dan terimakasih
    Wass

    Dody Gunawan
    PLKB Kelurahan Tajungpinang Timur

    • mardiya berkata:

      Syukurlah kalau tetap bisa eksis, karena lebih sulit mengembangkan daripada sekedar membentuk, ya to?! Kalau saya prestasi itu akan kita capai bila kita memang punya niatan untuk sukses dalam bekerja. Yang penting masyarakat merasa membutuhkan kelompok BKB itu dan mau mendukungnya sepenuh hati. Seperti saya ini menulis tidak ada yang memaksa, tetapi karena motivasi tumbuh dalam hati. Jadi saya menulis tidak untuk mencari kejuaraan, karena kalau kalah kita akan kecewa dan nggak mau menulis lagi. Tetapi kalau motivasi kita adalah untuk memberikan pemikiran yang positif pada masyarakat, dengan memberikan yang terbaik. Kejuaraan pasti akan mengikuti. Jadi lomba harus menjadi cambuk untuk mengukur kemampuan diri, bukan sekedar meraih predikat. Kalau kita sudah berusaha yang terbaik, pasti prestasi akan teraih. Cuma kapan waktunya Allah yang Maha Tahu. Alhamdulillah, sejak saya bermain dengan pena, saya telah meraih kejuaraan di level nasional 6 kali dan level kabupaten dan provinsi 45 kali sesuai umur saya saat ini. Tapi saya juga pernah kalah, tetapi nggak pernah menyerah…he…he… Terimakasih atas tanggapannya ya. Kapan…kapan ke Jogja..

Tinggalkan komentar