MEMBANGUN REMAJA PEDULI KRR

Posted: Oktober 25, 2009 in Artikel

Sekarang ini tengah terjadi pembengkakan jumlah remaja di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Bila di tahun 2000 jumlah penduduk remaja Indonesia baru sekitar 43,6 juta jiwa dengan rincian 22,3 juta kelompok umur 15-19 tahun dan 21,3 juta kelompok umur 20-24 tahun, maka sekarang ini telah mencapai lebih dari 44 juta jiwa yang mencakup sekitar 22% dari total penduduk. Sayangnya, pengetahuan remaja mengenai masalah kesehatan reproduksi masih relatif rendah. Menurut SKRRI 2002-2003, hanya sekitar 46,1% remaja laki-laki kita yang memiliki pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang perempuan hanya sekitar 43,1%. Sementara menurut Baseline Survey (1999) dapat diketahui bahwa hanya 55% dari total remaja kita yang mengetahui proses kehamilan dengan benar, 42% mengetahui tentang HIV/AIDS dan hanya 24% mengetahui tentang Penyakit Menular Seksual (PMS). Minimnya pengetahuan remaja tentang KRR telah menimbulkan berbagai persoalan di kalangan remaja, mulai dari soal narkoba, HIV/AIDS hingga hubungan seks pra nikah. Banyak pihak sepakat, merebaknya persoalan remaja berangkat dari pergaulan negatif. Bagi sebagian remaja, pergaulan atau gaul merupakan sebuah keharusan. Masalah timbul tatkala pergaulan yang dijalani seringkali tidak diimbangi dan dibentengi dengan citra diri. Akibatnya, mereka bergaul tanpa kendali, tanpa batasan norma, etika, hukum dan agama. Kondisi yang demikian itu perlu dibenahi, karena bila tidak akan merusak masa depan bangsa dan negara disamping masa depan remaja itu sendiri. Apalagi suatu saat mereka akan berkeluarga yang nota bene harus membina dan membangun rumah tangga agar mampu melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan BKKBN Pusat menunjukkan bahwa perilaku seksual remaja belakangan ini memang mencemaskan. Persentase remaja laki-laki yang punya teman laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual adalah 34,9% sedang yang punya teman perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah sebesar 24%. Remaja perempuan yang punya teman laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah adalah 14,4% dan yang menyatakan punya teman perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah adalah 31,2%. Khusus di Jakarta, yang pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah ada sebanyak 42%. Kondisi perilaku seks para remaja itu, menurut dr. Boyke Dian Nugraha, Sp.OG (ahli gynekologi), sungguh menyedihkan. Apalagi bila menyitir pendapat resmi pemerintah bahwa 6 dari 10 wanita Indonesia yang belum menikah sudah melakukan hubungan seks. Temuan di Jawa Barat hubungan seks itu dimulai pada usia 12-17 tahun sementara di Bali 15-19 tahun. Selanjutnya 6,9% di Jabar dan 5,1% di Bali dari remaja yang melakukan hubungan seks telah mengalami kehamilan di luar nikah. Kenyataan perilaku seks tidak sehat dari sebagian remaja kita adalah ditemukannya kasus aborsi illegal di Indonesia sekitar 2 juta kasus per tahun. Angka ini berarti 37 aborsi per 1000 wanita usia 15-49 tahun, sebuah realita yang sangat mengerikan. Selanjutnya berdasarkan survei yang pernah dilakukan Departemen Kesehatan RI, diperoleh informasi bahwa ternyata dari remaja yang melakukan hubungan seks sebelum menikah hanya 14,4% yang tahu benar tentang pengetahuan seksual, 8,9% cukup tahu dan selebihnya 76,7%) kurang tahu dan tidak tahu tentang pengetahuan seksual. Umumnya mereka menyatakan paparan pornografi diperoleh dari buku dan film. Itulah barangkali sebabnya Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tidak populer di kalangan remaja. Fakta tentang perilaku seks remaja kita di atas mengindikasikan, dewasa ini memang telah terjadi dekadensi moral serius pada remaja sehingga membuat mereka terperosok pada perilaku menyimpang. Padahal bila kita mau jujur, remaja adalah generasi penerus di masa depan yang akan sangat mempengaruhi cerah tidaknya masa depan bangsa dan negara di kemudian hari. Disamping secara langsung maupun tidak langsung juga akan mempengaruhi perkembangan budaya Indonesia di masa mendatang. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak menyadari bahwa beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan, justru menjerumuskan. Sementara bila sang remaja sudah terlanjur terjerumus dalam pergaulan yang menyesatkan, akan teramat sulit untuk kembali pada kondisi semula. Karena secara fisik maupun psikis telah terdapat “luka” yang sulit disembuhkan. Berangkat dari kasus-kasus yang terjadi berkaitan dengan perilaku seks di luar nikah yang dilakukan oleh para remaja kita, maka upaya menggugah kepedulian remaja tentang KRR perlu dilakukan oleh pemerintah melalui pihak-pihak yang berkompeten. Ada dua alasan mendasar mengapa hal itu perlu dilakukan. Pertama, remaja adalah tumpuan masa depan bangsa dimana cerah tidaknya akan sangat dipengaruhi oleh kualitas remajanya sebagai generasi penerus. Bisa dibayangkan betapa bobroknya negeri ini di masa mendatang bila remaja kita moralnya rusak. Karena betapapun mereka adalah calon pemimpin negeri ini yang kelak juga akan berkeluarga dan menghasilkan keturunan. Sementara keluarga-keluarga yang mereka bentuk menjadi pilar ketahanan bangsa dalam arti luas. Kedua, akibat dari hubungan seks di luar nikah telah menyebabkan remaja mengalami gangguan kesehatan reproduksi karena infeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Akibat aktifitas seksual sebelum menikah telah menimbulkan ancaman lain terhadap kesehatan reproduksi remaja, yaitu kehamilan remaja dan keputusan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan melalui aborsi. Upaya menggugah kepedulian dan kesadaran remaja terhadap KRR ini menjadi semakin penting ketika kita menyadari bahwa penyebab timbulnya perilaku seks remaja umumnya disebabkan oleh pergaulan yang tanpa kontrol, orang tua yang makin sibuk berkarir sehingga kurang memperhatikan anak, norma sosial yang kian kendur, sampai pada kemajuan teknologi hiburan yang makin pesat dewasa ini. Berkenaan dengan teknologi hiburan itu, ia akan memberikan dampak yang lebih parah terhadap remaja bila informasi yang diberikan cenderung negatif. Perlunya menggugah kepedulian dan kesadaran remaja terhadap KRR juga didasarkan hasil riset Dr. Alpinus Kambodji pada tahun 1999 terhadap perilaku seks siswa kelas III di beberapa SLTP Swasta Surabaya. Dari riset tersebut terungkap bahwa mayoritas responden menjawab sangat butuh informasi tentang seks (pria 57,32%, wanita 54,28%). Ironisnya, informasi tentang seks selama ini sebagian besar didapat bukan dari orang tua atau sekolah, tetapi dari film atau majalah. Sampai saat ini banyak orang tua dan guru yang risih bicara seks di depan para remaja. Inilah yang dicurigai sebagai penyebab utama terjadinya pergaulan bebas dengan beragam konsekuensinya. Menggugah kepedulian dan kesadaran remaja terhadap KRR sebagai wujud upaya penyiapan sumber daya manusia yang handal serta dalam rangka membangun keluarga maupun bangsa yang berkualitas di masa mendatang harus dilakukan sejak remaja secara terencana, berjenjang dan berkelanjutan. Sebab merekalah investasi masa depan bangsa, di mana remaja yang sehat, cerdas, dan terampil serta berkepribadian luhur menjadi modal yang tak ternilai harganya. Sehingga upaya menggugah kepedulian ini patut mendapat perhatian bersama. Upaya menggugah kepedulian dan kesadaran remaja terhadap KRR bukanlah sesuatu yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Pemerintah melalui instansi yang berwenang yakni BKKBN, Departemen Kesehatan, Departemen Agama, dan Departemen Pendidikan beserta segenap komponen masyarakat, tokoh agama dan tokoh masyarakat harus berani bertindak serius dengan pengorbanan berbagai hal. Baik biaya, waktu, tenaga maupun pikiran. Karena memang untuk menumbuhkan kepedulian yang tinggi pada remaja terhadap kesehatan reproduksinya membutuhkan banyak pengorbanan. Namun mengingat akan hasil yang bakal diperoleh terutama dalam rangka penyelamatan bangsa dan negara di masa depan, pengorbanan yang kita berikan tidaklah akan berakhir sia-sia. Setidaknya ada empat upaya strategis yang perlu kita tempuh agar dapat meningkatkan kepedulian dan kesadaran remaja terhadap kesehatan reproduksinya agar masa depannya dapat lebih cerah serta menjadi insan pembangunan handal demi kejayaan bangsa dan negara di kemudian hari. Keempat upaya tersebut adalah:. Pertama, perlu diterapkan cara-cara Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) yang efektif dan efisien serta mampu menjangkau seluruh remaja di negara kita secara simultan. Cara-cara KIE ini harus lebih menekankan pada aspek pendidikannya daripada eksploitasi unsur seks serta tidak boleh bertentangan dengan nilai budaya bangsa dan agama. KIE ini berfungsi untuk lebih mendorong remaja agar lebih peduli terhadap kesehatan alat reproduksinya, sekaligus memuaskan rasa ingin tahu setiap remaja terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku seks remaja beserta dampaknya sehingga mereka menjadi lebih peduli dan sadar akan pentingnya menjaga kesehatan dan kesucian dirinya agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Kedua, kelompok-kelompok yang peduli dan berkecimpung dalam KIE kesehatan reproduksi remaja seperti Kelompok BKR (Bina Keluarga Remaja), Pusat Informasi dan Konsultasi Remaja (PIK) atau Kelompok Keluarga Peduli Remaja (KKPR) perlu ditumbuhkembangkan dan dibina secara intensif. Saat ini di Indonesia menurut BKKBN Pusat terdapat tidak kurang dari 31.622 kelompok BKR, 949 buah PIK, dan 16.795 KKPR. Ini belum termasuk kelompok remaja yang peduli terhadap kesehatan reproduksinya yang berjumlah 8.597 kelompok. Kelompok-kelompok ini perlu diberdayakan agar lebih efektif dan efisien dalam melakukan KIE terhadap remaja sasaran maupun keluarganya agar hasilnya lebih optimal. Ketiga, pemerintah perlu mencanangkan dan mengadakan “gerakan peduli kesehatan reproduksi remaja” dengan melakukan berbagai strategi agar gerakan tersebut menjadi gerakan masyarakat yang betul-betul memiliki daya dobrak terhadap kebuntuan informasi serta pemecahan masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja. Gerakan ini perlu dipertegas dan disinergikan dengan gerakan lain gerakan anti pornografi dan porno aksi serta kegiatan-kegiatan sejenis yang menentang eksploitasi seks pada remaja. Keempat, dalam perencanaan KIE KRR, pihak-pihak yang berkompeten perlu melibatkan unsur masyarakat agar pelaksanaan dan hasilnya lebih mengenai sasaran. Oleh karena itu pemerintah harus aktif mendekati masyarakat dan “mengambil hati” agar mereka tergugah kepedulian dan kesadarannya untuk ikut bertanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan program KRR. Karena mereka secara langsung ikut merencanakan, mengorganisir dan memutuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan. Melalui keempat upaya strategis tersebut, dipastikan upaya menggugah kepedulian dan kesadaran remaja terhadap KRR akan memperoleh hasil yang memadai atau setidak-tidaknya akan terjadi peningkatan yang cukup signifikan terkait dengan pemahaman remaja tentang pentingnya memelihara dan menjaga kesehatan reproduksinya. Sebenarnya masih banyak upaya lain yang dapat kita tempuh untuk menggugah kepedulian dan kesadaran remaja terhadap KRR, seperti dengan mengembangkan iklim keterbukaan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja, menciptakan event-event kegiatan peduli RR, dan sejenisnya. Namun keempat upaya di atas cukuplah kiranya untuk membangkitkan kepedulian dan kesadaran remaja, sepanjang itu dilakukan secara sungguh-sungguh. Memperingati Hasil Keluarga Nasional (Harganas) XIII yang jatuh pada tanggal 29 Juni 2006, kita perlu bersikap pro aktif dalam meningkatkan kepedulian dan kesadaran remaja terhadap KRR, mengingat kedudukan dan peran remaja sebagai generasi penerus bangsa begitu vital. Seiring dengan dimasukinya era globalisasi dalam berbagai bidang kehidupan serta begitu derasnya arus informasi maupun pengaruh buruk dari luar yang mengarah pada kehidupan bebas tanpa batasan norma, etika hukum dan agama, maka upaya menggugah kepedulian dan kesadaran remaja terhadap kesehatan reproduksinya melalui penggalangan secara terpadu, terencana dan berkelanjutan semakin dibutuhkan pula.

Tinggalkan komentar